MOM BLOGGER

A Journal Of Life

Terapi Wicara: Perlukah?

Senin, 18 Januari 2016

Kemaren, hari minggu tanggal 17 Januari 2016, anak-anak 'terpaksa' saya bawa konsultasi ke dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi (Sp.Kfr). Buat apa? Buat konsul tentang perkembangan bicara anak-anak. Si nurani sih yakin anak-anak ga kenapa-kenapa. Maksudnya, ga ada ciri-ciri autisme, hiperaktif ataupun ADHD (in sya allah ... aamiin). Tapi berhubung ibu suri alias emak aye khawatir dengan cucu kembarnya yang ngomongnya tidak seperti anak lain seumuran mereka, jadilah saya menyetujui untuk bawa anak-anak konsul. Ya, konsul aja, ga ada yang salah kan. Toh buat menambah ilmu dan keyakinan juga tentang kondisi anak-anak. Daripada menyesal di akhir, mending ikhtiar lebih sejak dini, begitu kata mama. Baiklah ibu suriiiiiii...

Sesampai di lokasi, seperti biasa, anak-anak menyambut salam hangat ibu dokter dengan galaknya. Hehehe ... Ga boleh di colek, di tanya, apalagi dibecandain. Namun ketika bu dokter menyodorkan beberapa permainan, anak-anak langsung dengan innocent berlari menuju mainan dan sedikit mulai beradaptasi. Sembari bu dokter observasi tingkah laku anak-anak, beliau melontarkan beberapa pertanyaan kepada saya. Lebih kurang begini pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan: (ga urut ya, seingat saya aja)
1) apakah anak-anak memiliki rutinitas mulai dari bangun tidur sampe tidur lagi?
Jawab: ga sih dok, kondisional dan situasional aja
2) ketika mereka lagi asik main, apakah mereka mau dialihkan untuk aktivitas lain?
Jawab: mau
3) suka bergerak aktif yang berlebihan?
Jawab: ga juga sih, masih wajar
4) sudah bisa menyebutkan kata?
Jawab: udah dok, lumayan banyak tapi ga sebanyak anak seumurannya
5) sudah tau ketika dipanggil namanya?
Jawab: sudah

Kemudian pertanyaan lain terlontar secara spontan sesuai dengan eksplanasi saya tentang anak-anak dan kebiasaannya (alias saya ga i get lagi pertanyaan lainnya,, hehehe) Nah, ada satu pertanyaan yang menurut saya menjadi pertanyaan kunci terkait perlu atau tidak nya terapi wicara, yaitu:

>>> Kira-kira yang membuat bunda tidak nyaman dengan kondisi anak-anaknya apa?
Saya menjawab dengan spontan dan lugunya: ga ada sih dok, mama sih... (dan kalimat saya langsung disambung oleh ibu suri sebagai respon atas jawaban saya)
Ibu suri menjelaskan: itu lho dok, mereka belum bisa aja merangkai kata kaya anak-anak lain. Males aja kalo disuruh ngomong, diajarin ga mau. Itu gimana ya dok?
Baiklah ibu suri... monggo... sayang cucu sayang cucu.. hehehe

Cukup lama kami disana. Sekitar 60 menit. Setelah observasi anak-anak secara singkat, saya pun melihat ruangan terapinya. Anak-anak yang 'mengekor' di belakang saya langsung girang ketika melihat ada perosotan. Spontan mereka langsung main dan happy seperti tidak lagi berada ditempat asing. Saat anak-anak bermain, disaat itulah saya berkonsultasi komunikatif dengan dokter. Alhamdulillah dokternya asik, komunikatif dan sangat membantu saya memposisikan diri sebagai ibu dari anak kembar yang luar biasa cerdasnya (aamiin).

Dari hasil obrolan saya dengan dokter, saya bisa sedikit bernafas lega tapi juga muncul rasa bersalah. Lega karena alhamdulillah anak-anak tidak didiagnosa hal yang tidak diinginkan. Merasa bersalah, karena faktor penyebab anak-anak telat bicara itu adalah saya.... hoaaaaaaaa mama... oa oa ... mama hiks.

Merasa bersalah itu boleh, tapi bukankah ini bisa jadi petunjuk dari Allah atas doa saya selama ini? Karena selama ini saya selalu memohon agar Allah memberikan saya petunjuk atas perkembangan anak-anak yang selalu saja membuat saya diantara merasa patut dikhawatirkan dengan dibawa santai. Saya selalu meminta agar diberikan jalan yang tepat dalam mengatasi perkembangan anak-anak.

Berdoa pasti, tapi mencoba mencari berbagai macam referensi pun harus tetap jalan. Sehingga saya sering mengikuti sharing teman-teman di grup Twindonesia (grup kumpulan emak-emak beranak kembar). Saya juga berkonsultasi dengan mertua karena pernah membesarkan anak yang speech delay (yaitu suami saya). Mencari info dari beberapa orang teman yang pernah melewati fase anak speech delay ini.

Nah, dari sekian banyak referensi, rangkuman yang saya buat hasil dari You Tube an ini bisa dijadikan referensi karena dibahas langsung oleh pakarnya. (Untuk melihat video, link ada di bawah) Berikut rangkumannya: 

★Speech delay alias keterlambatan bicara bisa terjadi karena:
1) ada gangguan pendengaran
2) faktor bahasa >> bilingual atau orang sekitar menggunakan lebih dari 1 bahasa ibu
3) kurang stimulus

★ Beberapa ciri anak yang mengalami keterlambatan bicara:
1) tidak ada eye contact (bisa jadi ciri anak autis)
2) belum bubling di umur 1 th an (bubling sering kita bilang bahasa bayi)
3) belum memproduksi 1 kata seperti mama, papa ketika berusia satu tahun setengah
4) belum memproduksi 2 kata atau lebih ketika berusia 2 tahun
5) belum bisa meniup dengan tepat
6) masih makan bubur di usia 2 tahun

★Cara merangsang anak agar tidak mengalami keterlambatan bicara:
1) ajak bicara anak sedini mungkin
2) stimulus dengan benda2 sekitar
3) interaksi aktif dan komunikatif
4) perhatikan kekuatan rahang dengan merangsang dengan aktivitas meniup dan memberikan makanan padat ketika sudah berusia 2 tahun

Dari rangkuman singkat di atas, evaluasi saya pribadi untuk anak2:
1) kurang konsisten memberikan stimulus
2) fokus terbagi ke 2 anak

Lalu, apakah anak-anak saya perlu di terapi?
Perlu atau tidak memang diserahka ke saya. Dokter hanya bisa memberikan analisisnya, kemudian menyampaikan pandangannya tentang anak tersebut dan beberapa hal terkait prosedur terapi. Misalkan memberikan pengertian kepada orang tua bahwa selama terapi anak hanya bersama dengan terapis, orang tua harus memahami kemampuan adaptasi anak kepada orang asing dan kemudian mempercayakan anak untuk diatasi oleh terapis. Artinya, perlu kerjasama antara orang tua dengan terapis dan juga dokter spesialisnya untuk membantu mempercepat perkembangan bahasa anak.

Dan akhirnya, bismillah, saya menetapkan untuk memakai jasa terapis dalam membantu saya merangsang perkembangan bahasa anak-anak. Kenapa? Karena saya menyadari kapasitas saya sebagai ibu dari 2 orang anak kembar belum mampu mengcover kebutuhan mereka dalam eksplorasi bahasa lebih luas. Sehingga, saya berfikir bahwa bantuan ahlinya tentu akan mempermudah kerja saya dalam melatih kemampuan anak-anak bicara. Sekali dalam seminggu. Artinya ada 6 hari lainnya saya yang berperan. Oke, ga papa. :)

Payakumbuh, 18 Januari 2016

NB:
★ alhamdulillah, anak-anak saat ini sudah mampu memproduksi kata dengan metode yang saya lakukan. (Giliran disentak gini, baru deh saya fokus. Selama ini saya terlalu fokus sama abinya anak2,, hehehe). Dan taukah kamu, metode yang saya gunakan ternyata serupa dengan metode yang digunakan terapis di beberapa video yang saya tonton di You Tube. Bagi yang penasaran cara terapis menterapi anak, bisa searching di You Tube dengan keyword "terapi wicara".
★ bagi yang masih ragu apakah perlu tidak anak saya diterapi, silahkan pelajari anak dengan baik. Jika ada yang mencurigakan atau bikin hatinga tenang, silahkan konsultasikan saja perkembangan anak. Karena kita juga membutuhkan diagnosa dari ahlinya.

★ lupa link in di tulisan video You Tube nya, klik ini aja ya ...  https://youtu.be/lrh49CdxvCc

2 komentar on "Terapi Wicara: Perlukah?"

Komenmu sangat berarti bagiku 😆
Makasi ya udah ninggalin komen positif ... 🤗